Selasa, 28 Juni 2011

Kalau baca gak boleh sambil nangís

Lima tahun yang lalu, kecelakaan
telah merenggut
orang yang kukasihi, sering aku
bertanya-tanya,
bagaimana keadaan istri saya
sekarang di alam surgawi, baik-baik sajakah? Dia
pasti sangat sedih
karena sudah meninggalkan
sorang suami yang tidak
mampu mengurus rumah dan
seorang anak yang masih begitu kecil.
Begitulah yang kurasakan,
karena selama ini saya
merasa bahwa saya telah gagal,
tidak bisa memenuhi
kebutuhan jasmani dan rohani anak saya, dan gagal
untuk menjadi ayah dan ibu
untuk anak saya. Pada suatu
hari, ada urusan penting di
tempat kerja,
aku harus segera berangkat ke kantor, anak saya
masih tertidur. Ohhh… aku harus
menyediakan makan untuknya.
Karena masih ada sisa nasi, jadi
aku
menggoreng telur untuk dia makan. Setelah
memberitahu anak saya yang
masih mengantuk,
kemudian aku bergegas
berangkat ke tempat kerja.
Peran ganda yang kujalani, membuat energiku benar-
benar terkuras. Suatu hari
ketika aku pulang kerja aku
merasa sangat lelah, setelah
bekerja sepanjang hari.
Hanya sekilas aku memeluk dan mencium anakku,
saya langsung masuk ke kamar
tidur, dan melewatkan
makan malam. Namun, ketika aku
merebahkan badan
ke tempat tidur dengan maksud untuk tidur sejenak
menghilangkan kepenatan, tiba-
tiba saya merasa ada sesuatu
yang pecah dan tumpah seperti
cairan hangat!
Aku membuka selimut dan ….. di sanalah sumber ‘masalah’nya …
sebuah mangkuk yang pecah
dengan mie instan yang
berantakan di seprai dan
selimut! Ya Alloh..! Aku begitu
marah, aku mengambil gantungan pakaian, dan langsung
menghujani anak
saya yang sedang gembira
bermain dengan
mainannya, dengan pukulan-
pukulan! Dia hanya menangis, sedikitpun tidak
meminta belas kasihan, dia
hanya memberi penjelasan
singkat: “Ayah, tadi aku merasa
lapar dan tidak ada lagi sisa
nasi. Tapi ayah belum pulang, jadi aku ingin memasak
mie instan. Aku ingat, ayah
pernah mengatakan untuk
tidak menyentuh atau
menggunakan kompor gas tanpa
ada orang dewasa di sekitar, maka aku menyalakan
mesin air minum ini dan
menggunakan air panas untuk
memasak mie. Satu untuk ayah
dan yang satu lagi untuk saya …
Karena aku takut mie ’nya akan menjadi dingin, jadi aku
menyimpannya di bawah selimut
supaya tetap hangat sampai
ayah pulang. Tapi aku lupa
untuk mengingatkan ayah
karena aku sedang bermain dengan mainan saya … Saya
minta maaf Ayah … “ Seketika,
air mata mulai mengalir di pipiku
… tetapi, saya tidak ingin anak
saya melihat ayahnya menangis
maka aku berlari ke kamar mandi dan menangis
dengan menyalakan shower di
kamar mandi untuk
menutupi suara tangis saya.
Setelah beberapa lama,
aku hampiri anak saya, memeluknya dengan erat dan
memberikan obat kepadanya
atas luka bekas pukulan
dipantatnya, lalu aku
membujuknya untuk tidur.
Kemudian aku membersihkan kotoran tumpahan mie di
tempat tidur. Ketika semuanya
sudah selesai dan lewat
tengah malam, aku melewati
kamar anakku, dan
melihat anakku masih menangis, bukan karena rasa
sakit di pantatnya, tapi karena
dia sedang melihat foto ibu yang
dikasihinya. Satu tahun berlalu
sejak kejadian itu, saya
mencoba, dalam periode ini, untuk
memusatkan perhatian dengan
memberinya kasih sayang
seorang ayah dan juga kasih
sayang seorang ibu, serta
memperhatikan semua kebutuhannya. Tanpa terasa,
anakku sudah berumur
tujuh tahun, dan akan lulus dari
Taman Kanak-kanak. Untungnya,
insiden yang terjadi tidak
meninggalkan kenangan buruk di masa kecilnya
dan dia sudah
tumbuh dewasa dengan bahagia.
Namun… belum lama, aku sudah
memukul anakku lagi, saya
benar-benar menyesal …. Guru Taman Kanak- kanaknya
memanggilku dan
memberitahukan bahwa
anak saya absen dari sekolah.
Aku pulang kerumah
lebih awal dari kantor, aku berharap dia bisa
menjelaskan. Tapi ia tidak ada
dirumah, aku pergi
mencari di sekitar rumah kami,
memangil-manggil
namanya dan akhirnya menemukan dirinya di sebuah
toko alat tulis, sedang bermain
komputer game dengan
gembira. Aku marah,
membawanya pulang dan
menghujaninya dengan pukulan- pukulan. Dia diam saja lalu
mengatakan, “Aku minta maaf,
Ayah ”. Selang beberapa lama
aku selidiki, ternyata ia absen
dari acara “pertunjukan bakat
” yang diadakan oleh sekolah, karena yg diundang adalah siswa
dengan
ibunya. Dan itulah alasan
ketidakhadirannya karena ia
tidak punya ibu ….. Beberapa
hari setelah penghukuman dengan pukulan rotan, anakku
pulang ke rumah
memberitahu saya, bahwa
disekolahnya mulai
diajarkan cara membaca dan
menulis. Sejak saat itu, anakku lebih banyak mengurung
diri di kamarnya
untuk berlatih menulis, yang
saya yakin, jika istri saya
masih ada dan melihatnya ia
akan merasa bangga, tentu saja dia membuat saya bangga juga!
Waktu berlalu dengan begitu
cepat, satu tahun telah
lewat. Saat ini musim dingin,dan
hari raya idul fitri pun
telah tiba. tapi astagfirulloh, anakku membuat masalah
lagi. Ketika aku sedang
menyelasaikan pekerjaan di
hari-hari terakhir kerja, tiba-
tiba kantor pos menelpon.
Karena pengiriman surat sedang mengalami puncaknya, tukang
pos juga sedang sibuk-sibuknya,
suasana hati mereka pun jadi
kurang bagus. Mereka
menelpon saya dengan marah-
marah, untuk memberitahu bahwa anak saya
telah mengirim
beberapa surat tanpa alamat.
Walaupun saya sudah
berjanji untuk tidak pernah
memukul anak saya lagi, tetapi saya tidak bias menahan diri
untuk tidak
memukulnya lagi, karena saya
merasa bahwa anak ini
sudah benar-benar keterlaluan.
Tapi sekali lagi, seperti sebelumnya, dia meminta maaf :
“Maaf, Ayah ”. Tidak ada
tambahan satu kata pun untuk
menjelaskan
alasannya melakukan itu. Setelah
itu saya pergi ke kantor pos untuk mengambil
surat-surat tanpa alamat
tersebut lalu pulang. Sesampai
di rumah, dengan marah saya
mendorong anak saya ke
sudut mempertanyakan kepadanya, perbuatan konyol
apalagi ini? Apa yang ada
dikepalanya? Jawabannya, di
tengah isak-tangisnya, adalah :
“Surat-surat itu untuk ibu…..”.
Tiba-tiba mataku berkaca-kaca. …. tapi aku mencoba
mengendalikan emosi dan terus
bertanya
kepadanya: “Tapi kenapa kamu
memposkan begitu banyak
surat-surat, pada waktu yg sama ?” Jawaban anakku itu :
“Aku telah menulis surat buat
ibu untuk waktu yang lama, tapi
setiap kali aku mau menjangkau
kotak pos itu, terlalu tinggi
bagiku, sehingga aku tidak dapat memposkan surat-suratku.
Tapi baru-baru ini,
ketika aku kembali ke kotak
pos, aku bisa mencapai
kotak itu dan aku
mengirimkannya sekaligus ”. Setelah mendengar
penjelasannya ini, aku kehilangan
kata-
kata, aku bingung, tidak tahu
apa yang harus aku
lakukan, dan apa yang harus aku katakana …. Aku bilang pada
anakku, “Nak, ibu sudah berada
di surga, jadi untuk selanjutnya,
jika kamu hendak menuliskan
sesuatu untuk ibu, cukup dengan
membakar surat tersebut maka surat akan
sampai kepada ibu. Setelah
mendengar hal ini, anakku jadi
lebih tenang, dan segera
setelah itu, ia bisa tidur dengan
nyenyak. Saya berjanji akan membakar surat-surat
atas namanya, jadi saya
membawa surat-surat tersebut
ke luar, tapi …. saya jadi
penasaran untuk tidak membuka
surat tersebut sebelum mereka berubah menjadi
abu. Dan salah satu dari isi
surat-suratnya membuat hati
saya hancur …… ‘Ibu sayang ’,
Saya sangat merindukanmu! Hari
ini, ada sebuah acara ‘Pertunjukan Bakat ’ di
sekolah, dan mengundang semua
ibu untuk hadir di pertunjukan
tersebut. Tapi kamu tidak ada,
jadi saya tidak ingin
menghadirinya juga. Aku tidak memberitahu ayah
tentang hal ini karena aku takut
ayah akan mulai
menangis dan merindukanmu lagi.
Saat itu untuk
menyembunyikan kesedihan, aku duduk di depan komputer dan
mulai bermain game di salah satu
toko.
Ayah keliling-keliling mencari
saya, setelah
menemukanku ayah marah, dan aku hanya bisa diam,
ayah memukul aku, tetapi aku
tidak menceritakan
alasan yang sebenarnya. Ibu,
setiap hari saya melihat
ayah merindukanmu, setiap kali dia teringat padamu, ia begitu
sedih dan sering bersembunyi
dan menangis di
kamarnya. Saya pikir kita berdua
amat sangat
merindukanmu. Terlalu berat untuk kita berdua, saya
rasa. Tapi ibu, aku mulai
melupakan wajahmu. Bisakah
ibu muncul dalam mimpiku
sehingga saya dapat
melihat wajahmu dan ingat ibu? Temanku bilang jika kau tertidur
dengan foto orang yang kamu
rindukan,
maka kamu akan melihat orang
tersebut dalam
mimpimu. Tapi ibu, mengapa engkau tak pernah
muncul? Setelah membaca surat
itu, tangisku tidak bisa berhenti
karena saya tidak pernah bisa
menggantikan
kesenjangan yang tak dapat digantikan semenjak
ditinggalkan oleh istri saya ….
Untuk para suami, yang telah
dianugerahi seorang istri
yang baik, Untuk para istri, yang
telah dianugerahi seorang suami yang baik atau
untuk calon ibu atau
bapak, yang penuh kasih sayang
terhadap anak-
anaknya selalu berterima-
kasihlah setiap hari padanya. Dia telah rela menghabiskan sisa
umurnya untuk menemani
hidupmu, membantumu,
mendukungmu,
memanjakanmu, membimbingmu
dan selalu setia menunggumu, menjaga dan
menyayangi dirimu dan
anak-anakmu. Hargailah
keberadaannya, kasihilah dan
cintailah dia sepanjang hidupmu
dengan segala kekurangan dan kelebihannya,
karena apabila engkau telah
kehilangan dia, tidak ada emas
permata, intan
berlian yg bisa menggantikan
posisinya.